TEMA : KEPUASAN NASABAH
Nama : Jesika
NPM : 10208679
Kelas : 3EA10
BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Bank
Dibawah ini beberapa definisi atau rumusan mengenai bank :
Pierson (dalam buku Hasibuan, 2005) mendefinisikan bank adalah badan usaha yang menerima kredit tetapi tidak memberikan kredit. Teori Pierson ini menyatakan bahwa bank dalam operasionalnya hanya bersifat pasif saja, yaitu hanya menerima titipan uang saja. Sedangkan Stuart mendefinisikan bank sebagai badan usaha yang wujudnya memuaskan keperluan orang lain, dengan memberikan kredit berupa uang yang diterimanya dari orang lain, sekalipun dengan jalan mengeluarkan uang baru kertas atau logam (Hasibuan, 2005:2).
Menurut Hasibuan, bank adalah lembaga keuangan berarti bank adalah badan usaha yang kekayaannya terutama dalam bentuk aset keuangan (financial assets) serta bermotifkan profit dan juga sosial dan bukan hanya mencari keuntungan saja.
Berdasarkan Undang-undang RI No. 7 th 1992 tentang perbankan yang telah diubah dengan UU No. 10 th 1998 : bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Berdasarkan beberapa definisi diatas dapat ditarik kesimpulan bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dalam bentuk simpanan atau tabungan dari masyarakat dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat dalam bentuk kredit.
2.2 Pengertian Pemasaran
Mengenai pengertian pemasaran banyak para ahli mengemukakan definisi yang berbeda-beda, meski sebenarnya sama. Perbedaan ini disebabkan karena mereka meninjau pemasaran dari segi yang berbeda-beda. Beberapa definisi pemasaran tersebut adalah :
Pemasaran adalah kegiatan manusia yang diarahkan untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan melalui proses pertukaran (Hasibuan, 2005 : 143). Sedangkan menurut Kotler pemasaran adalah suatu proses sosial dan managerial dimana individu dan kelompok mendapatkan kebutuhan dan keinginan mereka dengan menciptakan, menawarkan dan bertukar sesuatu yang bernilai satu sama lain (Kotler, 2001 : 11).
Berdasarkan beberapa definisi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa kegiatan pemasaran dilakukan bukan semata-mata untuk menjual barang atau jasa tetapi untuk memberikan kepuasan terhadap kebutuhan dan keinginan konsumen.
Pemasaran (marketing) bagi bank merupakan hal yang sangat penting dalam memperkenalkan dan menjual sarana-sarana pengumpulan dana (input) dan penyaluran kredit.
Tujuan pemasaran jasa-jasa bank, antara lain untuk :
a. Mendorong tercapainya tujuan bank
b. Meningkatkan kepercayaan masyarakat Surplus Spending Unit (SSU) dan Defisit Spending Unit (DSU) kepada bank.
c. Menginformasikan sarana-sarana penabungan dan jenis-jenis kredit yang diberikan bank.
d. Memperbesar penarikan dana dan penyaluran kredit bank
e. Memperbesar daya saing bank
(Hasibuan, 2005 : 144)
2.3 Kualitas
Persoalan kualitas dalam dunia bisnis kini sepertinya sudah menjadi “harga yang harus dibayar” oleh perusahaan agar ia dapat tetap survive dalam bisnisnya.
Menurut American society for Quality Control, kualitas adalah keseluruhan ciri-ciri dan karakteristik-karakteristik dari suatu produk atau jasa dalam kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang telah ditentukan atau bersifat laten (Lupiyoadi, 2001 : 144). Goetsh dan Davis (1994), mengemukakan bahwa kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan (Tjiptono, 2000 : 51). Sedangkan Deming (1986) dan Juran dkk (1974) sebagaimana dikutip oleh Ghobadian et al (1994) memberi batasan kualitas sebagai upaya memuaskan konsumen (Sunardi, 2003 : 71).
Berdasarkan beberapa definisi diatas, kualitas adalah suatu keseluruhan ciri dan karekteristik yang dimiliki suatu produk/jasa yang dapat memberikan kepuasan konsumen. Walaupun kualitas jasa lebih sulit didefinisikan dan dinilai dari pada kualitas produk, nasabah tetap akan memberikan penilaian terhadap kualitas jasa, dan bank perlu memahami bagaimana sebenarnya pengharapan nasabah sehingga bank dapat merancang jasa yang ditawarkan secara efektif.
2.4 Jasa
2.4.1 Pengertian Jasa
Jasa atau servise memiliki definisi sebagai suatu barang atau produk yang sifatnya tidak dapat dipegang secara fisik. Tetapi keberadaan jasa tersebut lebih merupakan bentuk manfaat yang dapat dirasakan oleh yang memanfaatkan jasa tersebut (Nirwana, 2004 : 4).
Terdapat beberapa definisi tentang jasa yang dikemukakan oleh banyak pakar pemasaran. Stanton (1994) mendefinisikan jasa adalah kegiatan yang dapat diidentifikasi secara tersendiri, dan pada prinsipnya tidak dapat diraba secara fisik (intangible) tetapi dapat dipergunakan untuk pemenuhan kebutuhan pelanggan. Keberadaan jasa juga tidak tergantung pada keberadaan benda fisik lainnya, dengan demikian maka jasa dapat berdiri sendiri. Sedangkan Kotler (1997) mendefinisikan jasa adalah suatu manfaat yang ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak yang lainnya, dan sifat jasa adalah tidak berwujud, serta tidak menghasilkan kepemilikan sesuatu. Adapun proses produksinya mungkin dan mungkin juga tidak dikaitkan dengan produk fisik (Nirwana, 2004 : 4).
Menurut Sumarni jasa adalah setiap kegiatan atau manfaat yang dapat diberikan oleh satu pihak kepada pihak lainnya yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak pula berakibat pemilikan sesuatu dan produksinya dapat atau tidak dapat dikaitkan dengan suatu produk fisik (Sumarni, 1993 : 17).
Berdasarkan definisi diatas dapat ditarik kesimpulan jasa atau servise merupakan suatu manfaat kinerja yang dapat dirasakan oleh pemakai jasa dan bersifat intangible.
2.4.2 Karakteristik Jasa
Terdapat 4 karekteristik pokok jasa yang membedakannya dari barang, yaitu :
1. Intangibilty
Jasa bersifat intangible, maksudnya tidak dapat dilihat, dirasa, dicium, didengar atau diraba sebelum dibeli dan dikonsumsi.
2. Inseparability
Barang biasanya diproduksi, kemudian dijual, lalu dikonsumsi. Sedangkan jasa dilain pihak, umumnya dijual terlebih dahulu, baru kemudian diproduksi dan dikonsumsi secara bersamaan.
3. Variability
Jasa bersifat sangat variabel karena merupakan non- standardized output, artinya banyak variasi bentuk, kualitas dan jenis tergantung pada siapa, kapan dan dimana jasa tersebut dihasilkan
4. Perishability
Jasa merupakan komoditas tidak tahan lama dan tidak dapat disimpan. (Tjiptono, 2002 : 25-27)
2.5 Layanan atau Service
Pelayanan yang baik memungkinkan sebuah perusahaan memperkuat kesetiaan pelanggan dan meningkatkan pangsa pasar (market share), karena itu pelayanan yang baik menjadi penting dalam operasi perusahaan.
Menurut Stanton, service adalah kegiatan yang dapat diidentifikasikan dan tidak berwujud dan merupakan tujuan penting dari suatu rencana transaksi, guna memberikan kepuasan kepada konsumen (Hasibuan, 2005 : 72). Kotler (1997) mengemukakan pelayanan atau service adalah setiap kegiatan atau manfaat yang ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain dan pada dasarnya tidak berwujud dan tidak pula berakibat kepemilikian sesuatu dan produksinya dapat atau tidak dapat dikaitkan dengan suatu produk fisik. Sedangkan menurut Hasibuan (1996) pelayanan adalah kegiatan pemberian jasa dari satu pihak kepada pihak lainnya. Pelayanan yang baik adalah pelayanan yang dilakukan secara ramah tamah, adil, cepat, tepat, dan etika yang baik sehingga memenuhi kebutuhan dan kepuasan bagi yang menerimanya (Hasibuan, 2005 : 152).
Pelayanan hakikatnya adalah serangkaian kegiatan, karena ia merupakan proses. Sebagai proses, pelayanan berlangsung secara rutin dan berkesinambungan meliputi seluruh kehidupan organisasi dalam masyarakat (Moenir, 2002 : 27).
Berdasarkan beberapa definisi di atas layanan atau service adalah serangkaian kegiatan yang diberikan oleh satu pihak kepada pihak lain yang tidak berwujud dan bertujuan memberikan kepuasan kepada pihak yang dilayani. Agar layanan memuaskan kepada orang atau sekelompok orang yang dilayani, maka sipelaku dalam hal ini petugas, harus dapat memenuhi 4 persyaratan pokok yaitu :
1. Tingkah laku yang sopan.
2. Cara menyampaikan sesuatu yang berkaitan dengan apa yang seharusnya diterima oleh orang yang bersangkutan.
3. Waktu menyampaikan yang tepat.
4. Keramahtamahan.
(Moenir, 2002 : 197)
2.6 Kualitas Jasa Layanan
2.6.1 Pengertian Kualitas Jasa Layanan
Kualitas jasa (service quality) dibangun atas adanya perbandingan 2 faktor yaitu persepsi pelanggan atas pelayanan yang nyata mereka terima (perceived service) dengan layanan yang sesungguhnya diharapkan/diinginkan (expected service).
Service quality dapat didefinisikan sebagai seberapa jauh perbedaan antara kenyataan dan harapan pelanggan atas layanan yang mereka terima/peroleh (Parasuraman, et.all, 1998) dalam buku (Lupiyoadi, 2001 : 148). Sedangkan menurut Wayckof (dalam Lovelock, 1988, Tjiptono, 1996 : 59) kualitas jasa pelayanan bank adalah tingkat keunggulan yang diharapkan nasabah dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan nasabah, dengan kata lain ada 2 faktor utama yang mempengaruhi kualitas pelayanan bank yaitu harapan nasabah (Expectation) dan kinerja bank yang dirasakan nasabah (Performance). Sementara menurut Cronin dan Taylor (1992) kualitas pelayanan bank merupakan kinerja aktual bank yang diberikan kepada nasabahnya.
Berdasarkan konsep servqual yang dikemukakan Parasuraman et.al (1988 : 16), kualitas jasa pelayanan bank pada dasarnya adalah hasil persepsi dalam benak nasabah. Perceived service quality ini terbentuk dalam benak nasabah setelah membandingkan antara kinerja pelayanan bank yang mereka terima dengan yang mereka harapkan ( servqual = service performance – service expectation). Perbandingan antara persepsi dan harapan bisa memunculkan 3 kemungkinan yaitu persepsi lebih besar daripada harapan nasabah, yang berarti nasabah merasa sangat puas dengan kualitas pelayanan yang diberikan bank, persepsi lebih kecil daripada harapan nasabah yang berarti harapan nasabah terhadap kualitas pelayanan bank tidak tercapai. Jika persepsi sama dengan harapan nasabah terhadap kualitas jasa pelayanan bank dapat dikatakan nasabah puas (Sugiarto, 1999 : 66). Harapan nasabah dapat dijabarkan dalam dimensi kualitas jasa.
Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat disimpulkan kualitas jasa layanan dibangun atas perbandingan antara harapan nasabah (Expectation) dan kinerja yang dirasakan nasabah ( Performance).
2.6.2 Dimensi Kualitas Jasa
SERVQUAL dimensions atau SERVICE QUALITY DIMENSIONS, merupakan dimensi kualitas jasa dimana setiap jasa yang ditawarkan memiliki beberapa aspek yang dapat dipergunakan untuk mengetahui tingkat kualitasnya.
Menurut Payne dimensi pelayanan jasa dapat terdiri atas unsur:
1. Tangible (bukti fisik)
Dimana kemampuan perusahaan didalam menunjukan eksistensi dirinya, misalnya dalam hal ini gedung, fasilitas teknologi, penampilan karyawannya, dan sebagainya lebih menekankan pada bukti secara fisik atau dapat diraba keberadaannya.
2. Reliability (keandalan)
Merupakan kemampuan perusahaan dalam memberikan pelayanan yang sesuai dengan yang dijanjikan kepada pelanggan. Hal ini dapat berupa adanya perbaikan kinerja yang sesuai dengan harapan pelanggan.
3. Responsiveness (daya tanggap)
Daya tanggap yang dimiliki oleh karyawan dan pimpinan perusahaan. Dimana perusahaan harus menunjukkan kemampuannya dalam memberikan pelayanan yang cepat dan tepat kepada pelanggan jika pelanggan sedang memerlukan jasa yang dimaksudkan.
4. Assurance (jaminan dan kepastian)
Hal ini berkaitan dengan pengetahuan dan kemampuan karyawan dalam menumbuhkan rasa kepercayaan dari pelanggannya pada perusahaan. Didalamnya terdapat unsur etika karyawan, kredibilitas karyawan, rasa aman dari pelanggan, dan unsur etika yang dimiliki oleh karyawan.
5. Emphaty (perhatian)
Merupakan pemberian perhatian yang bersifat individu kepada pelanggan dari perusahaan. Hal ini dimaksudkan agar pihak perusahaan dapat memahami lebih jauh tentang keinginan dan kebutuhan dari pelanggannya (Nirwana, 2004 : 29-30).
Sedangkan dimensi kualitas jasa menurut Parasuraman, dkk (dalam Fitzsimmons dan Fitzsimmons, 1994; Zeithaml dan Bitner, 1996) adalah:
· Bukti langsung (tangibles), meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai dan sarana komunikasi.
· Keandalan (reliability), yakni kemampuan memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan segera, akurat, dan memuaskan.
· Daya tanggap (responsiveness), yaitu keinginan para staf untuk membantu para pelanggan dan memberikan pelayanan dengan tanggap.
· Jaminan (assurance), mencakup pengetahuan, kemampuan, kesopanan, dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki para staf, bebas dari bahaya, risiko atau keragu-raguan.
· Empati, meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan, komunikasi yang baik, perhatian pibadi, dan memahami kebutuhan para pelanggan. (Tjiptono, 2004 : 70)
Dalam penelitian ini dimensi kualitas jasa yang dipergunakan adalah menurut pendapat Nirwana yang meliputi bukti fisik, keandalan, daya tanggap, jaminan dan kepastian serta perhatian.
2.7 Kepuasan Pelanggan
2.7.1 Pengertian Kepuasan Pelanggan
Dalam persaingan antar bank yang semakin ketat, faktor kepuasan nasabah menjadi perhatian yang serius. Keadaan ini tidak hanya terjadi pada bank swasta tetapi juga pada bank pemerintah, pelayanan dan kepuasan pelanggan merupakan aspek penting dalam rangka bertahan dalam bisnis dan persaingan antar bank.
Berikut definisi beberapa ahli tentang kepuasan pelanggan :
Menurut Kotler, kepuasan adalah tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja/atau hasil yang dia rasakan dibandingkan dengan harapannya (Kotler dkk, 2000 : 52). Sedangkan Day (dalam Tse dan Wilton, 1988) kepuasan atau ketidakpuasan pelanggan adalah respon pelanggan terhadap evaluasi ketidaksesuaian (disconfirmation) yang dirasakan antara harapan sebelumnya (atau norma kinerja lainnya) dan kinerja aktual produk yang dirasakan setelah pemakaiannya.
Wilkie (1990) mendefinisikannya sebagai suatu tanggapan emosional pada evaluasi terhadap pengalaman konsumsi suatu produk atau jasa. Engel, et al (1990) menyatakan bahwa kepuasan pelanggan merupakan evaluasi purna beli dimana alternatif yang dipilih sekurang-kurangnya sama atau melampaui harapan pelanggan, sedangkan ketidakpuasan timbul apabila hasil (outcome) tidak memenuhi harapan (Tjiptono, 2001 : 24). Jadi kepuasan merupakan fungsi dari kesan kinerja dan harapan. Jika kinerja berada dibawah harapan, pelanggan tidak puas, jika kinerja melebihi harapan, maka pelanggan amat puas atau senang.
2.7.2 Atribut-Atribut Pembentuk Kepuasan
Menurut Hawkins dan Loney (1997 : 31) atribut-atribut pembentuk kepuasan pelanggan adalah kesesuaian harapan yang merupakan gabungan dari kemampuan suatu produk dari produsen yang diandalkan, sehingga suatu produk yang dihasilkan dapat sesuai dengan apa yang dijanjikan oleh produsen.
Sedangkan menurut Tjiptono atribut- atribut pembentuk kepuasan yaitu :
a. Kemudahan dalam Memperoleh
Produk atau jasa yang ditawarkan oleh produsen tersedia di outlet-outlet dan toko yang dekaat pembeli potensial.
b. Kesediaan untuk Merekomendasikan
Dalam kasus produk yang pembelian ulangnya relatif lama, kesediaan pelanggan untuk merekomendasikan produk kepada teman atau keluarganya menjadi ukuran yang penting untuk dianalis dan ditindak (Tjiptono, 2000 : 101).
Menurut Hawkins Loney dan Tjiptono atribut-atribut pembentuk kepuasan meliputi kesesuaian harapan, kemudahan memperoleh dan kesediaan untuk merekomendasikan.
2.7.3 Metode Mengamati dan Mengukur Kepuasan Pelanggan
Perusahaan dapat menggunakan metode-metode sebagai berikut untuk mengukur kepuasan pelanggan :
a. Sistem keluhan dan saran
Misalnya menyediakan kotak saran dan keluhan, kartu komentar, customer hot lines, memperkerjakan petugas pengumpulan pendapat/keluhan pelanggan, dan lain-lain.
b. Survei kepuasan pelanggan
Survei bisa dilakukan dengan kuesioner (dikirim lewat pos atau dibagikan pada saat pelanggan berbelanja), lewat telepon, email, faks atau dengan wawancara langsung.
c. Lost customer analysis
Perusahaan menghubungi para pelanggan yang telah berhenti membeli dari perusahan atau mereka yang telah beralih pemasok.
d. Ghost shooping (mystery shooping)
Perusahaan menggunakan ghost shooper untuk mengamati kekuatan dan kelemahan produk serta layanan perusahaan dan pesaing
e. Sales-related methods
Kepuasan pelanggan diukur dengan kriteria pertumbuhan penjualan, pangsa pasar dan rasio pembelian ulang.
f. Customer panels
Perusahaan membentuk panel pelanggan yang nantinya dijadikan sampel secara berkala untuk mengetahui apa yang mereka rasakan dari perusahaan dan semua pelayanan perusahaan . (Tjiptono, 2000 : 8)
2.7.4 Teknik Pengukuran Kepuasan Pelanggan
Metode survei merupakan metode yang peling banyak digunakan dalam pengukuran kepuasan pelanggan. Metode survei kepuasan pelanggan dapat menggunakan pengukuran dengan berbagai cara sebagai berikut :
1. Pengukuran dapat dilakukan secara langsung dengan pertanyaan seperti “Ungkapkan seberapa puas Saudara terhadap pelayanan PT. Chandra pada skala berikut: sangat tidak puas, tidak puas, netral, puas, sangat puas” (directly reported satisfaction).
2. Responden diberi pertanyaan mengenai seberapa besar mereka mengharapkan suatu atribut tertentu dan seberapa besar yang mereka rasakan (derived dissatisfaction).
3. Responden diminta untuk menuliskan masalah-masalah yang mereka hadapi berkaitan dengan penawaran dari perusahaan dan juga diminta untuk menuliskan perbaikan-perbaikan yang mereka sarankan (problem analysis).
4. Responden dapat diminta untuk meranking berbagai elemen dari penawaran berdasarkan derajat pentingnya setiap elemen dan seberapa baik kinerja perusahaan dalam masing-masing elemen (importance/performance ratings). Teknik ini dikenal pula dengan istilah importance-performance analysis (Martilla dan James, 1977, pp. 77-79) (dalam buku Tjiptono, 2001 : 40-41).
2.7.4 Jenis-Jenis Kategori Tanggapan atau Keluhan Ketidakpuasan
Ketidakpuasan terjadi karena manfaat yang diperoleh dari produk atau jasa tersebut tidak sesuai dengan harapan yang diinginkan konsumen yang merasa tidak puas akan bereaksi dengan tindakan yang berbeda.
1. Voice response
Kategori ini meliputi usaha menyampaikan keluhan secara langsung dan/atau meminta ganti rugi kepada perusahaan yang bersangkutan, maupun kepada distributornya.
2. Private response
Tindakan yang dilakukan antara lain memperingatkan atau memberitahu kolega, teman, atau keluarganya mengenai pengalamannya dengan produk atau perusahan yang bersangkutan. Umumnya tindakan ini sering dilakukan dan dampaknya sangat besar bagi citra perusahaan.
3. Third-party response
Tindakan yang dilakukan meliputi usaha meminta ganti rugi secara hukum, mengadu lewat media massa (misalnya menulis disurat pembaca), atau secara langsung mendatangi lembaga konsumen, instansi hukum dan sebagainya.
2.7.5 Strategi Penanganan Keluhan
Dalam menangani keluhan dari pelanggan paling tidak ada 4 aspek penting yang harus diperhatikan perusahaan. Keempat aspek tersebut yaitu :
· Empati terhadap pelanggan yang marah
· Kecepatan dalam penanganan keluhan
· Kewajaran atau keadilan dalam memecahkan permasalah atau keluhan
· Kemudahan bagi konsumen untuk menghubungi perusahan
(Tjiptono, 2001 : 44)
2.8 Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian sampai bukti melalui data yang terkumpul (Arikunto, 2002 : 164). Berdasarkan kerangka berfikir pada bab I, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut : ”Diduga dimensi kualitas jasa layanan simpanan yang meliputi bukti fisik, keandalan, daya tanggap, jaminan, dan empati secara simultan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kepuasan nasabah PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar