Pages

Jumat, 25 Maret 2011

Komputerisasi Lembaga Keuangan Perbankan


Nama          : Jesika
NPM           : 10208679
Kelas           : 3EA10

MEKANISME KLIRING

A.  PENDAHULUAN
          Kliring (dari bahasa Inggris clearing) sebagai suatu istilah dalam dunia perbankan dan keuangan menunjukkan suatu aktivitas yang berjalan sejak saat terjadinya kesepakatan untuk suatu transaksi hingga selesainya pelaksanaan kesepakatan tersebut. Kliring sangat dibutuhkan sebab kecepatan dalam dunia perdagangan jauh lebih cepat daripada waktu yang dibutuhkan guna melengkapi pelaksanaan aset transaksi. Kliring melibatkan manajemen dari paska perdagangan, pra penyelesaian eksposur kredit, guna memastikan bahwa transaksi dagang terselesaikan sesuai dengan aturan pasar, walaupun pembeli maupun penjual menjadi tidak mampu melaksanakan penyelesaian kesepakatannya.
Salah satu fungsi yang dimiliki oleh bank umum adalah melakukan transaksi lalu lintas pembayaran. Mekanisme pembayaran bagi bank umum dari satu pihak ke pihak lain, akan lebih mudah bila kedua pihak mempunyai rekening di bank yang sama. Tetapi akan lebih sukar untuk menyelesaikan pembayaran antar pihak-pihak yang memiliki rekening di bank yang berbeda dan lebih sukar lagi kalau bank tersebut tidak berada di suatu daerah. Konsekuensinya, satu bank umum akan berhubungan langsung dengan bank umum lain dalam menyelesaikan utang piutangnya. Ini pun masih banyak dijumpai kesulitan-kesulitan antara lain jam pertemuan, tempat pertemuan,dan sebagainya.
Mekanisme penyelesaian utang-piutang ini akan menyangkut banyak bank, memerlukan waktu yang cukup lama, biaya yang besar, serta tenaga yang kurang efisien. Keadaan demikian ini, dirasa dapat menghambat kegiatan operasional perbankan. Oleh karena itu, muncul suatu gagasan untuk membentuk lembaga kliring yang kemudian diselenggarakan oleh Bank Indonesia sebagai Bank sentral (pada 7 Maret 1967). Dengan adanya lembaga kliring, masalah seperti waktu pertemuan, tempat,siapa yang hadir,besarnya dana yang dibutuhkan untuk penyelesaian utang piutang dan sebagainya, telah ditentukan dan diorganisir. Tujuan yang diinginkan dari lembaga kliring adalah untuk memajukan dan memperlancar lalu lintas pembayaran giral serta layanan kepada masyarakat yang menjadi nasabah bank. Dengan demikian perhitungan utang piutang diharapkan dapat dilakukan secara mudah,cepat,aman,dan efisien.
Kliring antar bank adalah pertukaran warkat atau data elektronik antar bank atas nama bank maupun nasabah yang hasil perrhitungannya diselesaikan pada waktu tertentu. Warkat atau data keuangan elektronik dimaksud merupakan alat pembayaran bukan tunai yang diatur dalam peraturan perundang-undangan atau ketentuan lain yang berlaku yang lazim digunakan dalam transaksi pembayaran. Adapun system kliring antar bank meliputi system kliring domestic dan lintas Negara. Pengaturan system kliring lintas Negara mencakup antara lain:
  • Penetapan persyaratan bagi Bank Indonesia atau bank dalam keanggotaan pada system kliring yang bersifat regional atau internasional
  • Pengaturan mengenai kesepakatan antara Bank Indonesia atau lembaga lain sebagai penyelenggara system pembayaran Negara lain yang berkaitan dengan pelaksanaan kliring dan penyelesaian akhir transaksi pembayaran antar bank

B.  ISI
·         Sejarah Kliring
Perjanjian yang menyangkut sistem perhitungan penyelesaian hutang piutang melalui mekanisme kliring untuk pertama kali terjadi di Indonesia pada tanggal 15 Februari 1909 antara 6 (enam) bank utama di Jakarta (saat itu bernama Batavia). Sistem ini dirasakan sangat bermanfaat dalam memperlancar serta mempermudah perhitungan antar bank. Enam bank utama yang menyelenggarakan perjanjian sistem perhitungan kliring ini adalah Nederlandsche Handel Mij Factorij, De Hongkong & Shanghai Banking Corp, De Chartered Bank of India Australia & China, De Nederderlandsch Indische Escompto Mij, De Nederlandsch Indische Handelsbank, dan De Javasche Bank. Perhitungan kliring pada saat itu dilaksanakan oleh pihak ketiga yaitu di gedung Fa. Rijnst & Vinju dibawah pimpinan E. Th. Kal. Adapun perkembangan kegiatan kliring dapat digambarkan sebagai berikut;
Sesuai dengan amanat Undang-undang Nomor 13 tahun 1968 tentang Bank Sentral pada waktu itu, pada Pasal 30 butir a. diatur bahwa Bank Indonesia membina perbankan dengan jalan memperluas, memperlancar dan mengatur lalu lintas pembayaran giral dan menyelenggarakan kliring antar bank. Sesuai amanat Undang-undang dimaksud penyelenggaraan kliring antar bank oleh Bank Indonesia (untuk selanjutnya disebut Penyelenggara) telah diatur lebih lanjut dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 14/35/Kep/Dir/UPPB dan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 14/8/UPG masing-masing tertanggal 10 September 1981 tentang Penyelenggaraan Kliring Lokal.
Pada awalnya, pelaksanaan kliring di Jakarta dan kota-kota lain di Indonesia dilaksanakan secara manual, yaitu suatu sistem perhitungan antar bank dimana pelaksanaan fungsi yang meliputi perhitungan, pembuatan daftar, pemilahan, pengecekan, penyesuaian dan distribusi warkat kliring dilakukan secara manual, baik oleh penyelenggara maupun oleh bank peserta kliring. Dalam perkembangannya, sejalan dengan meningkatnya transaksi perekonomian nasional khususnya di Jakarta dan kota-kota besar lainnya di Indonesia yang antara lain ditandai dengan meningkatnya jumlah bank/kantor peserta kliring serta kuantitas maupun volume warkat kliring yang dikliringkan, sistem penyelenggaraan kliringpun menjadi sangat penting untuk ditingkatkan atau dikembangkan demi efektivitas dan efisiensi pelaksanaan kliring.
Khusus di wilayah kliring Jakarta, pertumbuhan baik jumlah warkat kliring maupun nilai nominal rata-rata 6% per tahun, menyebabkan penyelenggaraan kliring secara manual menjadi tidak efektif dan efisien lagi. Pada tahun 1990 dilakukan perubahan sistem penyelenggaraan kliring lokal Jakarta dari sistem manual menjadi sistem otomasi kliring. Sistem Otomasi adalah sistem perhitungan antar bank dimana pelaksanaan fungsi-fungsi kliring seperti pemilahan, perhitungan, pembuatan laporan dll, dilakukan oleh Penyelenggara dengan bantuan perangkat komputer, sedangkan pemilahan warkat dilakukan dengan bantuan mesin baca pilah (reader sorter) yang dapat memilah +/- 1.000 (seribu) warkat per menit secara otomatis. Sementara itu di beberapa kota lain yang warkat kliringnya relatif cukup banyak dilakukan perubahan sistem kliring dari sistem manual menjadi sistem semi otomasi kliring lokal (SOKL). SOKL adalah sistem perhitungan antar bank dimana penggabungan data, pembuatan daftar dan laporan serta bilyet saldo kliring dilakukan oleh Penyelenggara secara komputerisasi, sedangkan kegiatan pengecekan, penyesuaian dan distribusi warkat kliring dilakukan oleh masing-masing bank peserta kliring secara manual.

Sejarah kliring elektronik Indonesia
Penyelenggaran kliring di Jakarta pada awalnya dilaksanakan secara manual. Sejalan dengan meningkatnya transaksi perekonomian di Jakarta, pada akhir tahun 1989 saja volume warkat telah mencapai 82.052 lembar per hari dengan bank peserta mencapai 613 bank. Hal ini menyebabkan penyelenggaran kliring secara manual tidak efektif dan efisien lagi dan suasana pertemuan kliring semakin ruwet. Melihat kondisi tersebut, Direksi Bank Indonesia dengan SKBI No.21/9/KEP/DIR tanggal 23 Mei 1988 menetapkan perubahan system kliring local menjadi system kliring otomatis. System otomatis ini baru dapat diimplementasikan mulai 4 Juni 1990  untuk kliring penyerahan saja. Pada tahun 1994 sistem ini diganti dengan system semi otomatis kliring (SOKL). Pada tahun 1996, rata-rata volume warkat kliring Jakarta mencapai hampir 217 ribu lembar per hari, dengan pertumbuhan rata-rata sekitar 6% per tahun. Hal ini menyebabkan peningkatan tekanan dalam proses kliring baik di bank peserta maupun Bank Indonesia sebagai penyelenggara kliring. Sarana kliring tidak mampu mengikuti peningkatan jumlah warkat kliring, sehingga menimbulkan keterlambatan dalam settlement dan penyediaan informasi hasil kliring yang akhirnya dapat mengurangi kepercayaan masyarakat dan merugikan lembaga terkait secara sisremik.
          Sesuai cetak biru system Pembayaran Nasional Bank Indonesia (1995), mulai tahun 1996 dikembangkan kliring local elektronik dengan teknologi image oleh Urusan Akunting dan Sistem Pembayaran Bank Indonesia. Pada tanggal 18 September 1998, Bank Indonesia meresmikan pengguanaan Sistem Kliring Elektronik (SKE) untuk local Jakarta. Pada awalnya, jumlah peserta kliring masih terbatas pada tujuh bank yakni Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Dagang Negara (BDN), Bank Internasional Indonesia (BII), Bank Central Asia (BCA), Deutsche Bank, Standart Chartered, Citibank dan dua pesaing internal dari Bank Indonesia (Bagian Akunting Thamrin dan Bagian Akunting Kota). Keikutsertaan kantor-kantor bank dalam kliring elektronik dilakukan secara bertahap sesuai kesiapan teknis masing-masing bank. Kliring elektronik secara menyeluruh di Jakarta baru dimulai pada tanggal 18 Juni 2001.

Pengertian Kliring Elektronik
Kliring elektronik yang sudah dikembangkan di Indonesia, sesuai uraian sejarahnya di atas, adalah kliring local dalam pelaksanaan perhitungan dan pembuatan bilyet saldo kliring yang didasarkan pada data keuangan elektronik disertai penyampaian warkat peserta kepada penyelenggara klilring diteruskan kepada penerima. Tujuan diselenggarakannya kliring elektronik adalah :
1.    Meningkatkan kualitas dan kapasitas layanan system pembayaran cepat, akurat, andal, aman, dan lancar.
2.    Meningkatkan efisiensi, efktifitas, dan keamanan pelaksanaan dan pengawasan proses kliring.
3.    Memenuhi kebutuhan informasi para peserta kliring tentang hasil perhitungan kliring secara lebih cepat, akurat, dan tepat waktu. 
System kliring elektronik sangat sarat dengan teknologi informasi, sehingga penggunaannya perlu didukung dengan system pengamanan secara berlapis agar berjalan dengan aman.

·         Warkat dan Dokumen Kliring
Warkat
Warkat merupakan alat pembayaran bukan tunai yang diperhitungkan melalui kliring. Jenis warkat yang dapat diperhitungkan dalam kliring adalah :
1.    Cek
2.    Bilyet giro
3.    Wasel bank untuk transfer
4.    Surat bukti penerimaan transfer
5.    Nota debet
6.    Nota kredit

Dokumen kliring
Dokumen kliring merupakan dokumen control dan berfungsisebagai alat bantu dalam proses perhitungan kliring yang terdiri dari :
1.    Bukti Penyerahan Warkat Debet kliring penyerahan (BPWD)
2.    Bukti Penyerahan Warkat Kredit kliring penyerahan (BPWK)
3.    Kartu Batch warkat debet
4.    Kartu Batch warkat kredit
5.    Lembar substitusi

c. PEMBAHASAN
Mekanisme Kliring
Pertemuan kliring dilakukan dalam dua tahap yaitu :
1.    Kliring Penyerahan
Kliring Penyerahan adalah bagian dari suatu siklus Kliring guna memperhitungkan warkat dan atau DKE yang disampaikan oleh Peserta. Dalam kliring penyerahan, peserta kliring akan menyerahkan warkat-warkat/DKE kliringnya baik warkat/DKE debet maupun warkat/DKE kredit kepada penyelenggara/peserta lawan transaksinya (lazimnya disebut dengan warkat/DKE keluar (outward clearing) serta menerima warkat/DKE debet maupun kredit dari penyelenggara/peserta lawan transaksinya (lazimnya disebut warkat/DKE masuk (inward clearing).
Atas dasar penyerahan warkat/DKE kliring dimaksud, Penyelenggara akan melakukan perhitungan kliring sehingga dapat menghasilkan Bilyet Saldo Kliring dan berbagai bentuk laporan kliring yang dapat berguna bagi penyelesaian akhir transaksi kliring ke rekening giro bank di Bank Indonesia dan pembukuan transaksi kliring ke rekening nasabah bank.
Kegiatan yang perlu dilakukan terlebih dahulu sebelum kliring penyerahan adalah :
·         Warkat di cap yang memuat sebutan “kliring” dan dicantumkan nomor kode kelompok peserta
·         Persetujuan penyelenggara dan peserta lain
Langkah-langkah selanjutnya adalah :
1.    Warkat-warkat dikelompokkan sesuai peserta. Warkat-warkat tersebut dapat digolongkan menjadi :
·         Warkat kliring yang diserahkan oleh masing-masing peserta, yaitu :
ü  Nota Debet Keluar yaitu warkat yang disetorkan oleh nasbah suatu bank untuk keuntungan rekening nasbah tersebut.
ü  Nota Kredit Keluar yaitu warkat pembebanan ke rekening nasabah yang menyetorkan untuk keuntungan rekening nasabah bank lain.
·         Warkat kliring yang diterima dari peserta lain, yaitu :
ü  Nota Debet Masuk yaitu warkat yang diserahkan oleh peserta lain atas beban nasabah bank yang menerima warkat.
ü  Nota Debet Keluar yaitu warkat yang diserahkan oleh peserta lain untuk keuntungan nasabah bank yang menerima warkat.
2.    Warkat debet dan kredit dirinci nilai nominalnya dalam suatu daftar.
3.    Nilai nominal dan banyaknya warkat dalam daftar kliring di jumlahkan.
4.    Serah terima warkat kliring yang telah ditandatangani oleh wakil peserta kliring
5.    Apabila terjadi perbedaan pendapat mengenai dapat tidaknya warkat diperhitungkan dalam kliring, maka keputusan akhir diserahkan kepada penyelenggara.
6.    Penyusunan neraca kliring penyerahan yang ditandatangani dan dibubuhi nama peserta kliring dengan jelas.
7.    Wakil peserta kliring kembali ke bank masing-masing untuk menentukan layak tidaknya warkat-warkat yang diterima dari bank lain untuk diselesaikan.

2.    Kliring Pengembalian (Retur)
Kliring Pengembalian adalah bagian dari suatu siklus kliring guna memperhitungkan warkat dan atau DKE debet kliring penyerahan yang ditolak berdasarkan alasan yang ditetapkan dalam ketentuan Bank Indonesia atau karena tidak sesuai dengan tujuan dan persyaratan penerbitannya.

Contoh Mekanisme Kliring :
    Terdapat 2 buah bank umum nasional yaitu SITIBANK dan KARMANBANK. Keduanya memiliki asset yang sama-sama disimpan disuatu tempat yakni Bank Indonesia. Seluruh asset yang di simpan di BI disebut Rekening Koran (R/K pada BI). BI mencatat R/K SITIBANK dan R/K KARMANBANK pada kolom Liability(kredit). Kedua bank pun memiliki pembukuan yakni R/K pada BI dicatat di sisi Asset dan disisi Liability terdapat tabungan, giro, deposito, dan simpanan masyarakat lainnya.
Sebuah kasus misalnya : SITIBANK memiliki seorang nasabah yang bernama Gino, ia mengirimkan cek sebesar Rp. 10 jt kepada Atun nasabah KARMANBANK. Atun mencairkan cek tersebut di KARMANBANK, lalu KARMANBANK melakukan perubahan pembukuan menjadi R/K pada BI dicatat di kolom debet dan  tabungan Atun Rp. 10 jt dikolom kredit.  Begitu pula SITIBANK melakukan perubahan pembukuan pada rekening Gino menjadi Giro Gino pada kolom Debet dan R/K pada BI dikolom Kredit. Proses pemindahn giro berupa cek dari bank lain disebut Pinbuk Kredit. Pada BI R/K SITIBANK danR/K KARMANBANK dicatat disisi Liability. Lalu karena KARMANBANK mengirimkan surat ke SITIBANK melalui BI yang disebut Nota Debet Keluar, maka terjadi perubahan jumlah R/K KARMANBANK di BI menjadi bertambah, kemudian SITIBANK menerima surat dari KARMANBANK melalui BI yang menyatakan bahwa sudah terjadi transaksi pencairan cek sebesar Rp. 10 jt dari nasabah Gino kepada Atun nasabah KARMANBANK, surat tersebut adalah Nota Debet Masuk, lalu SITIBANK melakukan perubahan rekening pada BI menjadi berkurang.
Kasus lain misalnya : Atun mengambil tabungan sebesar Rp.20 jt pada KARMANBANK, lalu KARMANBANK melakukanperubahan pembukuan menjadi Tab. Atun pada sisi Debet Rp.20 jt dan R/K pada BI disisi Kredit Rp.20 jt. Lalu KARMANBANK mengirimkan surat yaitu Nota Kredit Keluar yang menyatakan bahwa telah terjadi transaksi pada rekening Atun maka BI melakukan perubahan pembukuan R/K KARMANBANK menjadi R/K KARMANBANK pada sisi Debet dan R/K SITIBANK pada sisi Kredit sebesar Rp.20 jt. Lalu BI mengirimkan Nota Kredit Masuk pada SITIBANK ini menjadi tolakan kliring, lalu SITIBANK melakukan perubahan pembukuan menjadi R/K pada BI pada sisi Debet Tab. Gino pada sisi Kredit sebesar Rp. 20 jt.

D. PENUTUP
Kesimpulan
Secara umum manfaat yang dapat ditarik oleh berbagai pihak yang terkait dengan sistem pembayaran dengan adanya penyelenggaraan kliring untuk transaksi antar bank dimaksud adalah:
v  Bagi masyarakat, memberikan alternatif dalam melakukan suatu pembayaran(transfer of value) efektif dan efisien dan aman.
v  Bagi bank, merupakan salah satu advantage service kepada nasabah, menjadi feebased income, juga dapat menjadi salah satu upaya dalam menggalang dana pihak ketiga (nasabah) untuk kepentingan portfolio fund.
v  Bagi Bank Sentral sebagai penyelenggara, dapat secara cepat dan akurat mengetahui kondisi keuangan suatu bank maupun transaksi-transaksi yang terjadi di masyarakat, baik antar nasabah bank maupun antar bank sehingga dapat menentukan kebijakankebijakannya secara lebih akurat dan tepat.
Dengan adanya lembaga kliring, masalah seperti waktu pertemuan, tempat, siapa yang hadir, besarnya dana yang dibutuhkan utuk penyelesaian utang piutang dan sebagainya telah ditentukan dan di organisir. Tujuan yang diinginkan dari terbentuknya lembaga kliring adalah untuk memajukan atau memperlancar lalu lintas pembayaran giral serta layanan kepada masyarakat yang menjadi nasabah bank. Dengan demikian, perhitungan utang piutang diharapkan dapat dilakukan secara mudah, cepat, aman, dan efisien.

MAKALAH KOMPUTERISASI LEMBAGA KEUANGAN PERBANKAN
SUMBER :
Sawitri, Peni dan Hartanto, Eko. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya (seri diktat      kuliah).2007.Gunadarma.Jakarta


Tidak ada komentar:

Posting Komentar